I.
PENDAHULUAN
Serangga ada
dimana-mana. Ini adalah suatu pernyataan yang benar, karena dengan cara
perhitungan apapun, baik darisegi jenis maupun jumlah,dari semua hewan dan
tumbuhan yang ada di bumi ini, lebihdari 60 %-nya adalah kelompok serangga,
yaitu hewan berkaki enam. Sampai saat ini lebih dari satu juta spesiesserangga
sudah dikenal, tetapi tidak seorang pun tahu atau akan tahu berapa jumlah
sebenarnya yang ada di bumi, masih jutaan jenis serangga yang belum dikenal,
terutama serangga dari daerah tropis. Berdasarkan data keragaman global pada
tahun 1990-an, para peneliti memperkirakan jumlah spesies serangga berkisar
antara 5—10 juta (Gaston,1992dalam
Ahmad (2011).
Mengingat jumlahnya yang amat banyak
dan ada di mana-mana, serangga amat berperan bagi ekosistem dan
bagi keberadaan manusia di bumi. May Berenbaum (1995), entomologistdari
University of Illinois dalam Ahmad
(2011) menyatakan peran serangga sebagai berikut: “ like it or not, insects are
a part of where we have come from, what we are now, and what we will be “ (Suka
atau Tidak, Serangga adalah bagian tak terpisahkan dari kita, apa waktu kita
sekarang dan apa kemauan mereka). Beberapa contoh dapat disampaikan di sini,
seperti penyuburan tanah, siklus nutrisi, propagasi tanaman, polinasi dan
penyebaran tanaman, termasuk menjaga struktur komunitas hewan melalui rantai
dan jaring makanan.
Sebagai kelompok organisme yang amat
penting bagi ekosistem, para ahli menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies
serangga berdampak terhadap keberadaan dan kompleksitas organisme lainnya.
Bahkan beberapa serangga dinyatakan sebagai ‚keystone species‛,misalnya peran
rayap sebagai dekomposer, atau pun serangga yang hidup dalam ekosistem akuatik,
yang berperan dalam siklus nutrisi untuk kehidupan organisme di dalam air
(Gullan dan Cranston, 2005dalam Ahmad,
2011).
Serangga
herbivora untuk mempertahankan hidupnya membutuhkan tanaman sebagai makanan.
Kegiatan makan bagi serangga bertujuan untuk mendapatkan energi agar dapat
melakukan aktivitas hidup seperti kopulasi, migrasi, pertumbuhan dan
reproduksi. Pada dasarnya serangga melakukan aktivitas atau perilaku tertentu
agar serangga dapat survive, mungkin termasuk strategi menghindar dari
predator. Serangga pada dasarnya seperti hewan lain butuh energi, bila
kebutuhan energi tidak terpenuhi bisa kita bayangkan, maka serangga akan punah
dari permukaan bumi.
Bila ditinjau dari sudut evolusi serangga mampu
beradaptasi dengan berbagai habitat (Borror, 2005dalam Riyanto, 2010), ini menunjukkan serangga memiliki kemampuan
adaptasi tinggi. Mungkinkah termasuk mekanisme perilaku serangga mematahkan
pertahanan tanaman inang adalah strategi serangga untuk survive?.
Tumbuhan sebagai makanan serangga herbivora dapat
mempertahankan diri dari serangan serangga dengan membentukpertahahan kimia dan
fisik. Pertahanan kimia dengan cara membentuk metabolit sekunder berupa senyawa
kimia yang tidak disukai oleh serangga atau beracun bagi serangga. Senyawa
kimia untuk pertahanan biasanya termasuk antixenosis dan antibioxis. Sedangkan
pertahahan fisik tanaman misalnya trikhoma, kekerasan jaringan dan lain-lain (Schoonhoven, 1997dalam
Riyanto, 2010). Sifat pertahan fisik tanaman umumnya dibawa oleh gen -gen
tertentu.Tumbuhan bertindak sebagai inang harus dapat menyediakan nutrisi yang
baik untuk pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi serangga. Dengan konsep ini
serangga yang makan harus mencerna makananyang tidak hanya sesuai kebutuhan
tetapi juga harus mampu mengasimilasi serta mengubah menjadi energi dan
substansi-substansi struktural untuk kegiatan-kegiatan normal serta
perkembangan.
Satu sisi tanaman harus mempertahankan diri, namun
serangga herbivore membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Sehingga
serangga harus mencari jalan bagaimana dapat mengatasi pertahanan tanaman pada
berbagai situasi, kondisi, ruang dan waktu. Perilaku beradaptasi terhadap
lingkungan sangat diperlukan oleh serangga untuk mengatasi rintangan yang
merupakan pertahanan tumbuhan misalnya rintangan kandungan allelokimia, fisik
tanaman dan ekologi. Keadaan ini berarti serangga harus dapat mematahkan
pertahanan tanaman, baik pertahaan kimia maupun pertahanan fisik agar tetap
survive .
Penggunaan varietas tahan secara terus menerus dalam
rangka penanggulangan serangan hama ternyata dapat merangsang timbulnya ras
atau biotipe baru dari serangga hama tersebut. Sebagai gambaran dari pengalaman
di lapang menunjukkan penanaman padi varietas PB 26, yang memiliki gen Bph-1
(untuk menanggulangi wereng coklat biotipe-1), ternyata mendorong terbentuknya
biotipe-2. Demikian pula di Sulawesi Utara, penanaman varietas IR 42 (untuk
menanggulangi wereng coklat biotipe-2), mendorong terbentuknya biotipe Sumatera
Utara (SU).
II.
MEKANISME
KETAHANAN TANAMAN
Tanaman yang
tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan
lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan dan perkembangbiakan
serangga hama menjadi lebih terhambat bila dibandingkan dengan perkembang
biakan sejumlah populasi hama tersebut apabila berada pada tanaman yang tidak
atau kurang tahan.Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan
sifat asli (terbawa keturunan factor genetic) tetapi dapat juga karena keadaan
lingkungan yang mendorong tanaman menjadi relative tahan terhadap serangan hama
KETAHANAN GENETIK
Menurut
Painter (1951) terdapat 3 mekanisme resistensi tanaman terhadap serangga hama
yaitu: ketidaksukaan, antibiosis, dan toleran.
1. Ketidaksukaan
atau nonpreference
Merupakan
sifat tanaman yang menyebabkan suatu serangga menjauhi atau tidak menyenangi
suatu tanam baik sebagai pakan atau sebagai tempat peletakan telur. Antixenosis
kimiawi terjadi karena tanaman mengandung alelokimiawi yang menolak kehadiran
serangga pada tanaman. Antixenosis morfologik, ketahan tanaman disini terbawa
oleh adanya sifat-sifat struktur dan morfologik tanaman yang dapat menghalangi
terjadinya proses makan dan peletakan telur yang normal.
2. Antibiosis
Antibiosis
semua pengaruh fisiologhi pada serangga yang merugikan, bersifat sementara atau
tetap, sebagai akibat kegiatan serangga memakan dan mencerna jaringan atau cairan
tanaman tertentu. Gejala penyimpangan fisiologi terlihat apabila suatu serangga
dipindahkan dari tanaman tidak memiliki sifat antibiosis ke tanaman yang
memiliki sifat tersebut. Penyimpangan fisiologi tersebut berkisar dimulai dari
penyimpangan yang sedikit sampai penyimpangan terberat yaitu terjadinyta
kematian serangga.
3. Toleran
Mekanisme
terjadinya resistensi toleran terjadi karena adanya kemampuan tanam tertentu
untuk sembuh dari luka yang diderita karena serangga hama atau mampu tumbuh lebih
cepat sehingga serangga hama kurang mempengaruhi hasil dibandingkan dengan
tanaman lain yang lebih peka.
KETAHANAN EKOLOGI
Ketahanan ekologi merupakan sifat
ketahan tanaman yang tidak dikendalikan oleh factor genetic, tetapi sepenuhnya
oleh factor lingkungan yang memungkinkan munculnya kenampakan sifat ketahan
tanaman terhadap hama tertentu.
Ada 3 bentuk ketahanan ekologi yaitu:
1. Pengelakan
inang
Pengelakan inang terjadi bila waktu
pemunculan fase tumbuh tanaman tertentu tidak bersamaan dengan waktu pemunculan
stadia hama yang aktif mengkonsusmsi tanaman.
2. Ketahanan
dorongan
Sifat ketahanan ini timbul dan didorong
oleh adanya keadaan lingkungan tertentu sehingga tanaman mampu bertahan
terhadap serangan hama. Ketahanan ini terjadi antara lain akibat adanya
pemupukan dan irigasi serta teknik budidaya yang lain.
3. Inang luput
dari serangga
Sering dialami pada suatu tempat
tertentu ada suatu kelompok tanaman yang sebenarnya memiliki sifat peka
terhadap suatu jenis hama, tetapi pada suatu saat tanaman tersebut tidak
terserang meskipun populasi hama sekitarnya pada waktu itu cukup tinggi.
DASAR GENETIK KETAHANAN TANAMAN
Ada 2 tipe ketahanan genetic yaitu :
1. Ketahanan
vertical
Ketahanan
ini ditunjukan dari kultivar yang lebih peka terhadap biotipe-biotipe serangga
tertentu dibandingkan dengan biotipe-biotipe lainya. Oleh karena ketahanan
tanaman tersebut terbatas pada satu atau sedikit genotip tertentu. Sifat
ketahanan ini dikendalikan oleh satu atau sedikit gen pada tanaman.
2. Ketahanan
horizontal
Adalah ketahanan tanaman yang
ditunjukan terhadap kisaran luas genotype hama dan sifat ketahanan ini bebas
dari adanya biotipe-biotipe serangga hama, ketahanan ini dikendalikan oleh
banyak gen.
Pengelompokan tanaman tahan hama
juga dapat dilakukan menurut bagaiman cara sifat ketahanan tersebut
diturunkan. Ketahanan dapat dibedakan atas 3 kelompok yaitu:
1. Ketahanan
oligogenik
Yaitu ketahanan yang ditentukan oleh
satu atau sedikit gen tersebut yang berpengaruh, masing-masing gen dapat diketahui.
Apabila hanya satu gen yang menentukan ketahanan tanaman disebut ketahanan
manogenik. Tipe ketahanan ini biasanya menghasilkan resistensi
vertical terhadap serangga dan dapat diturunkan melalui gen dominan atau gen
resesif.
2. Ketahanan
poligenik
Yaitu sifat ketahanan yang ditentukan
oleh banyak gen dan setiap gen menyumbangkan sedikit terhadap sifat ketahanan.
Sifat ketahanan diturunkan melalui cara yang sangat kompleks dan mungkin
berhubungan dengan sifat-sifat tanaman lain seperti kekuatan tanaman dan hasil
.
3. Ketahanan
sitoplasmik
Penurunan sitoplasmik disebabkan
karena adanya bahan yang mampu untuk memperbanyak sendiri dan mengadakan mutasi
yang hanya dijumpai di sitoplasma. Ketahanan ini diturunkan secara maternal
karena kebanyakan sitoplasma dari zygot datang dari ovum. Sifat ketahanan ini
terjadi pada ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.
III.
BIOTIPE
SERANGGA
1.
Pengertian
Biotipe
Eastop(1973)
dalam
Claridge dan Hollander (1983)telah mengatakan, 'biotipe adalah konseptaksonomibanyak digunakan
olehnontaxonomists!' Oleh karena itucenderung berartihal
yang berbeda untukpekerjayang berbeda. Maxwell
danJennings(1980) dalam Claridge dan Hollander (1983), dalam daftar
kata untukringkasanmerekatentang pemuliaan tanamantahan
terhadapserangga, mendefinisikanbiotipe adalahistilah
dalamentomologisebagai' individu atau
populasiyangdibedakan darisisaspesiesdengan kriteriaselainmorfologi,
misalnya perbedaan
dalamkemampuanparasit.
Eastop (1973)dalam Claridge dan Hollander (1983), mengkaji konsep biotipe dengan referensi
khusus untuk kutu daun dan menyarankan bahwa istilah itu biasanya identik
dengan klon dan disebut individu dari genotipe yang sama. Karakteristik
biologis yang paling signifikan dari biotipe tersebut adalah kemampuan mereka
untuk makan, dan kerusakan tanaman tahan terhadap semua atau beberapa biotipe
lain (klon).
Claridge dan Hollander (1983) mengatakan
dimanaada hubungangen-gen untuk-konsep biotipemungkin berguna, karenabiotipetertentudapat didefinisikan sebagaiindividu-individudalam
suatu populasiyang memilikigen tertentuuntukvirulensi. Namun,
jikafenomena yang samayang diproduksioleh sistempoligenik, atau bahkanoleh sekelompokkompleksgenutama, akan
sulituntuk menentukanbiotipeselain denganefekfenotipiknya.
Serangga di
alam memiliki kemampuan untuk menghasilkan biotipe baru yang dapat hidup dan
berkembang pada varietas tahan. Penanaman varietas yang memiliki tingkat
ketahanan yang tinggi secara luas dan terus menerus dapat mempercepat
terjadinya biotipe baru. Kemungkinan pembentukan biotipe baru menjadi lebih
besar apabila ketahanan varietas yang tinggi ditentukan oleh satu pasang gen
saja, seperti yang temui pada ketahanan varietas padi terhadap serangga wereng
coklat dan wereng hijau.
Biotipe
merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan suatu kelompok populasi lain
dari spesies yang sama, memiliki bentuk morfologik yang sama tetapi berbeda
dalam sifat fisiologi dan perilakunya termasuk preferensi terhadap tanaman
inang. Pemunculan biotipe merupakan proses seleksi alami yang dipercepat oleh
tindakan manusia. apabila tanaman tahan hama ditanam secara terus menerus dalam
areal luas akan menjadi suatu tekanan seleksi untuk mempercepat terbentuknya
biotipe baru.
Menurut Nuraeni (2010) Biotipe adalah
Subkelompok dalam spesies biasanya dicirikan dengan pemilikan satu atau
beberapa sifat umum, sedangkan menurut Anonim (2010) Biotipe merupakan kelompok dalam suatu spesies serangga hama yang mempunyai
ciri biologi yang berbeda.
Pada wikipedia bahasa
Indonesia (2014) ditulis bahwadalam bidang pertanian,
biotipe adalah sekelompok populasi hewan (biasanya diterapkan pada hama) yang memiliki pola kesukaan (preferensi) yang sama
dalam pengujian penyaringan (screening).Prosedur baku penyaringan dalam
pengendalian hama biasanya dilakukan dengan memaparkan suatu populasi yang
dikoleksi terhadap sejumlah varietas tanaman tertentu (telah ditentukan
sebelumnya untuk pengujian). Suatu biotipe akan memilih varietas tertentu yang
disukainya dan menghindari yang lain. Karena pola kesukaan ini berkaitan dengan
keadaan fisiologi dan biokimia (misalnya kekurangan enzim tertentu) hewan yang bersangkutan, biotipe juga dapat
ditentukan melalui pengamatan langsung kepada populasi yang bersangkutan.
Biotipe juga seringkali dapat ditentukan dari kemiripan genom
Menurut
Anonim (2011) Biotipe adalah suatu populasi atau individu lain berdasarkan pada
kemampuan populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi
didasarkan pada kemampuan adaptasi, perkembangannya pada tanaman inang
tertentu, daya tarik untuk makan dan peletakkan telur.
Mekanisme
yang menyebabkan terjadinya biotipe baru adalah adanya seleksi Darwin. Serangga
hama memiliki susunan genetik sangat beragam, sebagian dapat hidup pada
varietas tahan yang ditanam. Akibat varietas itu ditanam secara terus menerus
dalam jangka waktu lama, ditambah jika adanya rangsangan dari faktor lain yang
mempengaruhinya, maka biotipe itu akan timbul lebih cepat.
Painter (1951) dalam
Sodiq (2009) mengelompokkan biotipe serangga menjadi dua golongan, yaitu
biotipe yang kuat dapat hidup pada tanaman yang tahan misalnya kutu daun pada
kacang kapri dan biotipe yang khusus berasosiasi dengan gen tahan tertentu
seperti pada wereng coklat.
2. Biotipe Serangga dan Variatas
Tahan Hama
a.
Hama
Wereng Batang Coklat (WBC)
Wereng coklat, sampai saat ini mempunyai 4 biotipeyang
masing-masing mampu menyerang berbagai varietas padi yang memiliki genketahanan
yang berbeda-beda (Oka,1995). Varietas padi IR yang tahan terhadap wereng: IR62 (tahan WBC biotipe 1,2,3), IR64
(tahan WBC biotipe 1,2), IR74 (tahan WBC biotipe 1,2), IR42 (tahan WBC
biotipe 1,2), IR36 (tahan WBC biotipe 1,2).
Sebagai gambaran dari pengalaman di lapang menunjukkan
penanaman varietas PB 26, yang memiliki gen Bph-1 (untuk menanggulangi wereng
coklat biotipe-1), ternyata mendorong terbentuknya biotipe-2. Demikian pula di
Sulawesi Utara, penanaman varietas IR 42 (untuk menanggulangi wereng coklat
biotipe-2), mendorong terbentuknya biotipe Sumatera Utara (SU).
Varietas tahan memungkinkanmemiliki sifat-sifat
repelen (menolak) yang menyaingi atau mengalahkan sifat-sifat yang menyebabkan
hama tertarik (Untung, 2001dalam
Rugaya dan Dahyar, 2013). Selain ini masih tahan atautolerannya varietas
ini karena gen tahan yang dimiliki varietas ini adalah gen tahan bph 3.
Varietas yang memiliki gen tahan bph 3 tahan terhadap wereng cokelat biotipe
1,2, dan 3. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Pathak dan Khan
(1994) dalam Rugaya dan Dahyar (2013)
bahwa wereng coklat biotipe 1 hanya mampu menyerang varietas padi yang tidak
memiliki gen tahan terhadap serangan wereng coklat. Wereng Batang Coklat biotipe
2 dapat menyerang pada varietas padi yang memiliki gen ketahan bph 1. Wereng batang
coklat biotipe 3 selain dapat menyerang varietas padi tanpa gen ketahanan, juga
menyerang varietas padi dengan gen tahan bph 1 dan bph 2 tetapi tidak merusak
gen tahan bph 3 dan bph 4.
Penanaman
padi yang terus menerus dengan menggunakan varietas yang sama dengan memiliki
gen tahan tunggal juga dituding dapat mempercepat timbulnya biotipe baru wereng
coklat. Ini terbukti, ketika dilepasnya varietas “Pelita I” pada tahun 1971,
pada tahun 1972 muncul wereng coklat berubah menjadi wereng coklat
Biotipe 1.
Untuk
menghadapi biotipe 1 lalu diperkenalkan varietas “IR26” pada tahun 1975.
Namun dalam waktu setahun terjadi ledakan hebat untuk hama ini di
beberapa daerah sentra produksi padi. Hal ini menandakan berubahnya
wereng coklat Biotipe 1 menjadi wereng coklat Biotipe 2. Pada tahun
1981 pun, wereng coklat Biotipe 2 berubah menjadi wereng coklat Biotipe
3.
“Wereng
coklat Biotipe 3 ternyata memakan waktu 25 tahun untuk mengalami perubahan menjadi
wereng coklat Biotipe 4, kini tipe 4 mulai terdektesi di wilayah Asahan
Sumatera Utara,” ungkap Baehaki. Keberadaan wereng coklat Biotipe 3
terbilang lama untuk beradaptasi. Hal ini, lanjut Baehaki, disebabkan varietas
"IR64" merupakan varietas durable resistance yang
mampu menghambat perubahan wereng coklat ke tipe baru lagi.
Pengelolaan penyakit tungro berdasarkan kemjauan di
bidang biologi molekuler meliputi : (1) diagnosis penyakit tungro,
(2) deteksi
dini infeksi virus tungro dan vektor infektif (mengetahui keberadaan
sumber inokulum dan penularannya),(3)
identifikasi dan karakterisasi strain virus tungro dan biotipe wereng hijau (keragaman
genetik virus tungro dan biotipe wereng hijau berdasarkanperbedaan virulensi
virus tungro, efisiensi penularan oleh wereng hijau danperbedaan geografis), (4) pemantauan
resistensiwereng hijau terhadap suatu varietas dan munculnya strain virus
tungro dan biotipe wereng hijau yang baru,(5) karakterisasi ketahanan varietas
terhadap virus tungro dan wereng hijau (keragaman genetik varietas
berdasarkan tingkat ketahanannya), dan(6) perakitan
varietas tahan berdasarkan sifat ketahanannya terhadap virus tungro danwereng
hijau (varietas tahan spesifik lokasi) serta perakitan varietas transgenik
tahan virus tungro (Heru dan Yasin, 2008).
Keragaman
ketahanan genetik varietas akanmeningkatkan durabilitas ketahanan
varietas,menurunkan tekanan seleksiwereng hijau dan virus tungro, serta
mencegah terjadinya epidemi penyakittungro. Oleh karena itu, perakitan varietas
berdasarkan sumber gen tahandan strain virus tungro harus terus-menerus
dilakukan (Hasanuddin et al.2001dalam
Heru dan Yasin, 2008).Pengembangan varietas saat ini lebih ditekankan pada
perakitan varietastahan virus terutama RTSV karena dapat menghambat penyebaran
RTBV,oleh wereng hijau, sehingga tidak terjadi infeksi ganda (Widiarta et al.
2004dalam Heru dan Yasin, 2008 ).
Perkembangan
teknologi rekombinan DNA membukapeluang perakitan tanaman tahan virus tungro
melalui rekayasa genetik.Berdasarkan faktor patogenisitas virus tungro dan
penyakit tungro diharapkandapat dilakukan perakitan varietas transgenik tahan
virus tungro melaluiteknologi transformasi. Perakitan varietas transgenik dapat
dilakukan denganmentrasfergen dari virus ketanaman yangumumdinamakan dengan pathogenderivedresistance
(PDR).PDRyang dapat digunakan dalamperakitan varietastransgenik di
antaranya adalah coat protein-mediated resistance (CP-MR), replicase protein-mediated resistance (Rep-MR),movement
protein-mediated resistance (MP-MR), satellite RNA (sat RNA) dan defective-interfering
viral nucleic acids(Dasgupta et al. 2003dalam Heru dan Yasin, 2008).
Varietas
padi tahan wereng coklat antara lain : IR 36, IR 48, IR 64, Porong, Sentani, IR
65, Dodokan, Btang Pane, Cimanuk, Progo , Kelara, Citanduy, Cipunegara, Kruing
Aceh, Cikapundung
b. Hama Wereng Hijau dan
Tungro
Penggolongan varietas
padi tahan wereng hijau berdasarkan gen tahan tetua menurut Sama et al (1991) dalam Widiarta (2005) sebagaimana
terlihat pada tabel berikut ini.
Golongan
|
Varietas
|
Gen
Tahan
|
T
0
|
IR5,
Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, Lusi
|
-
|
T
1
|
IR20,
IR30, IR26, IR46, Citarum, Serayu
|
Glh 1
|
T
2
|
IR32,
IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan,
Ciliwung,
Krueng Aceh, Bengawan Solo
|
Glh 6
|
T
3
|
IR50,
IR48, IR54, IR52, IR64
|
Glh
5
|
T
4
|
IR66,
IR70, IR72, IR68, Barumun, Klara
|
Glh
4
|
Penyakit tungro disebabkan oleh dua
virus yaitu virus berbentuk batang (rice tungro bacilliformvirus:
RTBV) dan bulat (rice tungrospherical virus: RTSV).Dalam penularan virus
tungro, RTBV merupakan virus dependen, sedangkan RTSV sebagai virus pembantu
(helpervirus). Wereng hijau dapat menularkan RTSV dan RTBV secara bersama-sama
dari sumber inokulum yang mengandung kedua virus. Penularan RTBV hanya terjadi
apabila vektor telah menghisap RTSV terlebih dahulu, sedangkan penularan RTSV
dapat terjadi tanpa bantuan RTBV (Hibinoetal.1977,Sumardiyonoetal.2004)
c.
Lalat Pengorok Daun (Liriomyza huido brensis)
Menurut Setiawati dkk (1988) dalam Sarjan (2003) terdapat beberapa
klon tanaman kentang yang tahan terhadap serangan lalat penggorok daun kentang
yaitu CIP.86 – 136, CIP 87.282, CIP 387. 169.14, K. 419.8.GT, dan K. 432.5 GT,
juga Kentang Klon No. 17 (varietas Merbabu) dan Klon No. 08 tahan terhadap hama
pengorok daun.
d.
Bemasia tabaci
Bemisia
tabaci yang dikenal dengan sebutan kutu kebul merupakan vektor penyakit kuning
pada tanaman cabai yang disebabkan oleh Geminivirus. Kutu kebul mempunyai tujuh
kelompok biotipe, salah satunyaadalah biotipe B yang bersifat polifag dan
tersebarluas (Perring, 2001dalam
Trisno dkk, 2010), termasuk Indonesia (Aidawati,2005dalam Trisno dkk, 2010). Biotipe yang dominandijumpai di
Indonesiaadalah biotipe non B (Aidawati, 2005; Rahayu,2009dalam Trisno dkk, 2010), dan di Sumatera Barat juga ditemukan
biotipenon B (Trisnoet al. 2008dalam
Trisno dkk, 2010).
Menurut Hidayat dkk (2004) diduga di
Indonesia terdapat dua jenis B. tabaci yaitu biotipe A dan biotipe B.
Pengetahuan mengenai biotipe B. tabaci terkait dengan strategi diagnosis yang
dapat dijadikan landasan untuk mempelajari hubungan antara keragaman dengan
kemampuan menyebarkan virus gemini.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka dapatlah diambil beberapa simpulan tentang biotipe
serangga sebagai berikut :
1.
Biotipe merupakan istilah yang
digunakan untuk membedakan suatu kelompok populasi lain dari spesies yang sama,
memiliki bentuk morfologik yang sama tetapi berbeda dalam sifat fisiologi dan
perilakunya termasuk preferensi terhadap tanaman inang.
2.
Pemunculan biotipe merupakan proses
seleksi alami yang dipercepat oleh tindakan manusia. apabila tanaman tahan hama
ditanam secara terus menerus dalam areal luas akan menjadi suatu tekanan
seleksi untuk mempercepat terbentuknya biotipe baru.
3.
Ada dua golongan atau kelompok
biotipe serangga yaitu biotipe yang kuat dapat hidup pada tanaman yang tahan
dan biotipe yang khusus berasosiasi dengan gen tahan tertentu.
4.
Terjadinya perubahan biotipe pada
serangga dapat terjadi secara cepat atau lambat tergantung pada banyak atau
sedikitnya gen tahan yang dimiliki varietas tahan tersebut serta pola tanam dan
tindakan pengendalian hama yang diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2014. Pengendalian Penyakit Tungro, Badan Litbang-Kementerian Pertanian –
Republik Indonesia, BPTP Bali.
Araz Meilin dan Hayata, 2012. Inventarisasi
Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens Stal.) Pada Pertanaman Padi Di
Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi Edisi Kuhusus Tahun 2012,diakses tanggal 22 Oktober 2014
Aryani R, 2011. Penggunaan Varietas Tahan, riecha-aryani.blogspot.com,diakses tanggal 24 Oktober
2014.
Claridge M.F dan J de Hollander (1983), The biotype concept and its application to
insect pests of agriculture, Crop Protection (1983) 2 (1), 85-95, diakses
29 Oktober 2014
Endang Sri Ratna,dkk. 2010. Responmorfo·Fisiologi WerengBatang Cokelat
Biotipe 1, 2, 3 Terhadap 6 Varietas Padi Tahan Dan 1 Varietas Rentan
UntukMendapatkan Varietas Durable Resistance, Ringkasan Eksekutif Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2010, diakses tanggal 21 Oktober 2014
Heru Praptana, R dan M.
Yasin, 2008. Peranan Bioteknologi Dalam
Pengelolaan Penyakit Tungro, PenelitipadaLokaPenelitianPenyakitTungro,Lanrang,SulawesiSelatan,
IptekTanamanPanganVol.3No.1-2008, diakses pada tanggal 22 Oktober 2014.
Hidayat dkk, 2004. Kajian ciri morfologi dan molekuler kutu
kebul (homoptera : aleyrodidae) sebagai dasar pengendalian penyakit geminivirus
pada tanaman sayuran. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/7081,
diakses pada tanggal 26 Oktober 2014.
Iswari S. Dewi dkk, 2004. Evaluasi
Tanaman Padi Haploid Ganda Calon Tetua Padi Hibrida terhadap Wereng Batang
Coklat dan Hawar Daun Bakteri, Kumpulan Makalah
Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004, diakses tanggal 22 Oktober 2014
I Nyoman Widiarta, 2010. Wereng hijau
(Nephotettix virescens Distant): Dinamika populasi Dan StrategiPengendaliannya
Sebagai VektorPenyakit Tungro.
Moch Sodiq, 2009.
Ketahanan Tanaman Terhadap Hama, Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “, Jawa Timur.
Permana Y, 2012. Entomologi Pertanian : Pengendalian Hama, yoga permana.wordpress.com/
.../entomologi-pertanian... Juni 15, 2012, diakses tanggal 23 Oktober 2014.
Rugaya, A dan
Dahyar, 2013. Identifikasi Biotipe Wereng Batang CoklatNilaparvata LugensStal (Delphacidae,
Homotera) Kaloni Kabupaten Takalar, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
HortikulturaSulawesi Selatan, Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian,
2013, diakses
tanggal 22 Oktober 2014.
Riyanto, 2010. Cara Serangga
MematahkanPertahanan Tanaman, FORUM
MIPA Vol. 13 No. 1 Edisi Januari 2010, diakses tanggal 23
Oktober 2010.
Trisno Jumsu
dkk, 2010. Hubungan Strain Geminivirus Dan Serangga VektorB.
TabaciDalamMenimbulkan Penyakit Kuning Keriting Cabai, Manggaro, April
2010Vol.11 No.1:1-7, diakses pada
tanggal 25 Oktober 2014
Takashi
Wada, KiyomitsuIto dan Akihiko Takahashi, 1994. Biotype Comparisons of the Brown Planthopper, Nilaparvatalugens(Homoptera: Delphacidae) Collectedin Japan and the
Indochina Peninsula,
Japanese Society of Applied Entomology and Zoology, Appl. Entomol.
Zool. 29 (4): 477-484 (1994), diakses pada tanggal 28 Oktober 201